Ditengah informasi yang simpang siur di media sosial dan postingan dari yang terdekat kita. Aku mau bercerita sedikit pengalamanku saat hamil Hamid. Kehamilanku kali ini diawali dengan air mata. Jadi, pertama kali aku tahu aku hamil, aku nangis. Aku nangis bukan karena nggak seneng, saat itu kuingat yang terjadi tiga bulan sebelumnya, keguguran. Bayangkan waktu itu baru saja mengetahui bahwa aku hamil namun dua minggu kemudian kehilangan.
Aku langsung menyampaikan kabar itu ke Mas Hakim. Terngiang jelas di telingaku suara senang Mas Hakim mengucapkan alhamdulillah, aku pun tak henti melantunkan alhamdulillah. Namun, hati kecilku sebenarnya bertanya-tanya “ndri, gimana kamu udah siap?.”
Setelah aku telaah, sebenarnya saat itu aku menangis karena takut akan hal-hal yang belum terbayangkan. Waktu tahu aku hamil aku belum ada persiapan sama sekali untuk hamil, saat itu aku dalam fase “sedang menata ulang kehidupan dan penyesuaian.”
Aku mengalami muntah, terkadang pusing, nafsu makan berkurang, sensitif dengan bebauan di trimester pertama. Aku sempat down karena tubuh ini rasanya mengantuk kok ngga karuan-karuan banget, mudah lemas pusing dan hingga beberapa job terbengkalai. Waktu itu aku langsung memilih untuk tidak melanjutkan project dan memutuskan kontrak dengan semua klien , jadi saat itu aku hanya menyisihkan jasa edit skripsi dan bikin PPT karena waktunya bisa aku sesuaikan.
Pada awal masa-masa hamil, aku juga merasakan kekhawatiran lantaran memikirkan ini itu soal tubuhku ini hingga inner child. Ketika aku bercerita ke Mas Hakim, Mas Hakim selalu memberi support dan selalu menyakinkanku bahwa aku bisa melaluinya, meski terkadang kata-kata Mas Hakim terdengar utopis tetapi lebih sering membuatku lebih tenang. Kadang kalau diingat-ingat sebenarnya kekhawatiranku saat itu bukan masalah besar, lebih ke masalah printilan yang dibumbui oleh pikiranku sehingga membuatku overthinking.
Muncul insecure karena postingan sosial media, saat itu di beranda instagram sering aku lihat postingan bumil yang tetap produktif dari postingan itu membuatku merasa diriku seolah seperti pemalas dan lemah. Lalu, omongan orang-orang yang sering terdengar di telinga “udah berapa bulan?, dilanjut kalimat “kok kecil ya perutnya, kok ngga kelihatan.”Perkataan seperti itu seringkali membuatku bersedih, dari pengalamanku ini membuatku belajar bahwa penting sekali menjaga ucapan meski itu sekedar basa-basi.
Pada suatu malam, aku berdoa. Aku meminta petunjuk Allah supaya bisa menjalani kehamilan ini dengan lebih baik dan diberi kelembutan hati.
Aku jadi tergelitik untuk mengobrol dengan beberapa orang terdekat yang kupikir bisa memberiku pencerahan tentang semua yang kurasakan. Dan seiring bertumbuhnya Hamid di dalam rahim, pemahaman dan sudut pandangku tentang kehamilan juga perlahan-lahan berubah. Aku jadi memiliki pemahaman bahwa tidak hanya kesehatan fisik saja yang menjadi prioritas tapi sehat jiwa sama pentingnya, jadi waktu hamil pun aku pun belajar untuk mengelola pikiran dan hati karena ada beberapa penelitian yang menyatakan apabila sang ibu hamil sedih, janin yang dikandung juga merasakannya.
Kehamilanku ternyata membuka kesempatan untukku belajar, baik itu tentang kehamilan dan diriku sendiri.
Ternyata, setiap kehamilan yang dialami perempuan itu memiliki ceritanya masing-masing yaa. Aku pernah mengalami masa-masa bingung menghadapi kehamilan, seringkali muncul perasaan sensitif. Terlebih ketika mendengar cerita orang-orang yang melalui kehamilannya dengan gesit dan produktif, sempat itu membuat diriku merasa kurang dengan tubuh ini. Sering aku meminta diberi Allah kelembutan hati dan dilindungi Allah dari penyakit hati, hingga alhamdulillah semua bisa dilalui. Aku juga menyadari tidak semua orang memiliki tipe kehamilan yang sama, tubuh kita menyikapi kehamilan dengan keistimewaan masing-masing. Kita bisa belajar dari satu sama lain, apa pun itu.