
Kepikiran apa hayooo?? mesti kepikirannya pola komunikasi dengan pasangan to. Bukan, bukan, bukan sebatas itu aja, lingkarannya lebih melebar lagi. Bentuk komunikasi dalam berhubungan sehari-hari yang tentunya melibatkan keluarga, sodara, teman, pasangan, anak, dan diri kita sendiri.
Komunikasi dengan sindiran-sindiran halus yang tujuannya membuat orang yang disindir mengerti bahwa perilakunya itu perlu dihilangkan/ dikurangi.
Pola komunikasi dengan mengisyaratkan kode – kode, dengan dalih barangkali setelah kode-kode dimainkan, sinyalnya nyampe dan bikin orangnya peka.
Melakukan silent treatment (penolakan untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang) dengan tujuan menghukum orang yang melakukan kesalahan. Hal tersebut bukannya membuat kondisi semakin membaik namun malah sebaliknya, bisa menyebabkan emosi negatif, seperti kemarahan dan stress. Dan silent treatment juga membuat seseorang merasa diabaikan dan keberadaannya tidak dihargai.
Lalu, komunikasi lainnya seperti berkelakar dengan ejek-ejekan biar suasananya makin ramai.
Mari kita merenung sebentar, kira-kira pola komunikasi mana yang sudah melekat menjadi kebiasaan diri kita?
Coba rasakan gimana rasanya saat pola komunikasi seperti itu kita berikan ke orang-orang, atau gini deh gimana rasanya jika itu terjadi pada dirimu, responmu biasa aja? atau ada rasa yang mengganjal?
Mungkin, saat kita melakukannya orang lain terlihat responnya biasa-biasa aja. Dibalik itu kita engga tau yang dia rasakan, bisa aja ada konflik batin, bisa juga dia sakit hati dan tidak berani mengungkapkannya.
Kalau direnungkan sejenak, ternyata kita semua punya andil dalam terciptanya atmosfer di sekitar, entah atmosfer positif maupun negatif tergantung pola komunikasi. Tapiiii,,, perlu diingat lagi kita bisa meregulasi diri untuk memperbaiki pola komunikasi, namun orang-orang lain di luar kontrol kita. Kita tidak bisa mengendalikan perilaku orang lain, tetapi kita sepenuhnya bisa menentukan apakah kita akan terganggu atau tidak oleh perilaku orang lain.
Meleberrrrr kemanaa – mana deh kalo ngomongin pola komunikasi tuh haha. “Gimana caranya kita tidak terganggu oleh perilaku orang lain?” alias jangan jengkel, bete atau kesel. Mari kita berikan waktu sebelum bereaksi, maka akan lebih mudah bagi diri memegang kendali atas diri sendiri, kata praktisi stoisisme sih gitu. Perlu latihan dan diolah perlahan emang sih untuk merespon secara impulsif perilaku orang lain, apalagi yang memiliki sensitivitas tinggi seperti saya hahaha. Mari yuk belajar bareng 🙂
Lalu, bagaimana menyehatkan pola komunikasi yang salah? seperti; komunikasi dengan sindiran-sindiran halus, pola komunikasi dengan mengisyaratkan kode – kode, melakukan silent treatment.
Mengkomunikasikan kebutuhan dengan jelas dan bahasa yang baik. Misalnya; hubungan suami istri deh haha padahal mah belum ngerasain :p , istri lagi bersih-bersih melihat suaminya asyik main games, sang istri pengen dibantuin. Biasanya yang terucap berupa komunikasi sindiran atau kode,, gimana mau menciptakan atmosfer positif di dalam rumah kalo pola komunikasinya seperti itu. Padahal dengan ngomong kebutuhan dengan jelas dan bahasa yang baik lebih ngademin. Contohnya: Mas, boleh bantuin aku bersih-bersih rumah yang bagian ini. Mengkomunikasikan kebutuhan dengan jelas dan bahasa yang baik seperti itu pun juga bisa diterapkan dengan orang tua, rekan kerja, anak, temen, dan sodara.
Karena miskomunikasi yang menyebabkan mispersepsi, terus menyebabkan konflik, dan konflik demi konflik yang memendam kekesalan tanpa saling adanya mengungkapkan apa yang sebenarnya dirasakan, pada akhirnya membuat kita semua terasa bersama secara fisik, namun semakin menjauh secara emosional. Dimanapun itu di rumah, di asrama, di pesantren, di sekolah, atau wadah komunitas/organisasi yang diikuti maupun di tempat kerja.