Suatu saat mungkin akan terjadi krisis yang membuat orang tidak lagi berlomba-lomba terhadap kebaikan, namun berlomba-lomba bahkan berjamaah kepada keburukan. Relevan dengan keadaan sekarang yang mana banyak konten yang beredar di social media cenderung masuk kategori yang vulgar. Tidak lagi kata-kata yang tidak senonoh namun juga konten – konten vulgar yang mulai beredar bebas di social media hanya karena dalih ingin kontennya viral.
Bahkan oknum institusi Pemerintah pun tak ingin kalah dengan selebriti, mulai muncul pemberitaan berbagai kasus. Persaingan yang begitu ketat masing-masing gencar saling menjatuhkan. Apakah ini demi viral? atau sebagian strategi untuk menaikkan pamor? entahlah.
Sama sekali tidak terpikirkan bahwa dibalik konten dan kasus yang beredar itu ada jutaan orang yang terimbas dan mempengaruhi pola pikir terutama untuk Gen Z dan anak-anak. Tidak lagi memikirkan nilai moral dalam konten, mayoritas dari kita hanya memikirkan bagaimana supaya konten viral dan cuan.

Seperti halnya konten yang diunggah di kanal Youtube @VOOXMEDIA, mereka mengusung program Girls Class yang mana program ini mengandung tema 21+ dengan jelas tim voox telah bubuhkan informasi di setiap kontennya bila tujuan program ini garis besarnya membawa informasi tentang sex edukasi yang masih tabu di masyarakat. Setelah melihat semua kontennya sejauh ini yang saya tangkap dari videonya isinya sama sekali tidak ada seks edukasi. Jika memang tujuannya edukasi harusnya yang diundang seksolog, sex educator, dan yang expert di bidangnya. Lagi-lagi mungkin tujuannya untuk menggait view lebih banyak dan supaya viral.
Terlepas siapa yang salah dan benar, social media telah berhasil mempengaruhi pola pikir kita, viral-viral cuan – cuan… teriakan-teriakan itu sangat akrab di telinga, terlebih bagi kita pekerja kreatif konvensional, setiap proses produksi konten hingga saat pitching akan kita dengar dengan lantang “Viral, viral, cuan, cuan” bahkan kita sudah tidak lagi mempertanyakan value, Cuan telah merubah pola pikir kita.
Terlepas siapa yang salah dan benar, social media telah berhasil mempengaruhi pola pikir kita, viral-viral cuan – cuan… teriakan-teriakan itu sangat akrab di telinga, terlebih bagi kita pekerja kreatif konvensional, setiap proses produksi konten hingga saat pitching akan kita dengar dengan lantang “Viral, viral, cuan, cuan” bahkan kita sudah tidak lagi mempertanyakan value, Cuan telah merubah pola pikir kita.
Konten Willie Salim yang dikenal dengan konten memborong dagangan orang di pinggir jalan dan memiliki slogan khas yang digunakan setiap kali membuat konten “Mari Kita Borong” dengan konten seseruan yang sering didampingi talents lagi viral, Sisca Kohl dengan konten mewahnya yang selalu membuat netizen melongo karena isinya yang absurd seperti konten es krim ikan lele. Dari kedua konten content creator ini isinya seseruan yang mungkin tak banyak edukasi namun sering kali menuai viral.

Sulit mungkin yang dirasakan beberapa orang yang memiliki pemikiran idealis, mengutarakan value dalam segala karya yang dihasilkan karena kalah dengan permintaan segmen terbanyak dan klien. Review yang sudah tidak lagi nyata,bahkan komentar yang biasanya kita jadikan untuk salah satu penentu untuk membeli barang pun sekarang sudah bisa dipalsukan.
Kita sibuk berbondong-bondong memperkaya diri, mengumpulkan cuan tanpa memikirkan akibat dari apa yang dilakukan, seperti konten-konten vulgar dan pola perilaku yang kurang mengedukasi sudah banyak disekitar kita bahkan mungkin kita sendiri juga termasuk pelakunya. Memberikan review yang palsu dan mempermainkan psikologi konsumen demi cuan juga viral.
Sebaiknya kita raih keduanya, berlomba dalam kebaikan dan berujung viral dengan tujuan supaya value yang ada di konten juga menuai manfaat.
TE